Alat Peraga Berbasis Kebencanaan untuk Meningkatkan Kesadaran Masyarakat terhadap Bencana
Indonesia
merupakan negara dengan intensitas bencana yang cukup tinggi. Letak geografis
Indonesia pada posisi pertemuan 4 lempeng tektonik, merupakan wilayah yang rawan
bencana. Bencana alam yang sering
terjadi di Indonesia di antaranya seperti gempa bumi, tsunami, letusan gunung
berapi, tanah longsor, banjir, angin puting beliung, dll. Sekitar 13 % gunung
berapi dunia yang berada di kepulauan Indonesia berpotensi menimbulkan bencana
alam dengan intensitas dan kekuatan yang berbeda-beda
Berbagai
bencana yang terjadi di Indonesia telah menelan banyak korban jiwa. Tingkat
pengetahuan masyarakat yang relatif rendah mengenai penanggulangan bencana mengakibatkan
masyarakat rentan menjadi korban. Oleh sebab itu, PP-IPTEK RISTEK sebagai unit
yang memiliki tugas untuk memasyaratkan iptek melakukan berbagai upaya, salah
satunya dengan menyajikan alat peraga tentang kebencanaan.
Untuk
itulah maka pada tanggal 3 Desember 2013 diadakan kegiatan Focus Group Discussion
yang membahas mengenai Pengembangan alat peraga berbasis kebencanaan.
Kegiatan
yang dibuka oleh Staf Khusus Menristek, Gusti Nurpansyah; Deputi Bidang Pendayagunaan
Iptek/Sesmenristek, Hari Purwanto; Tenaga Ahli Menristek, Shidqi Wahab; Asdep
Iptek Masyarakat, Sadiyatmo; dan dihadiri oleh perwakilan Universitas, Science
Center Daerah, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Perwakilan Museum, TDMRC (Tsunami Disaster Mitigation Research Center)
dan para stakeholder terkait.
Dalam
sambutannya pembukaannya, Staf Khusus Menristek memberikan arahan tentang
fungsi iptek guna meningkatkan produktivitas, pelayanan dan perlindungan
keselamatan di wilayah rawan bencana. Selain
itu juga ditekannkan tentang kesiapan daerah membuat dan mengembangkan alat
peraga kebencanaan dengan memberdayakan potensi sumber daya alam yang ada.
Peserta
Focus Group Discussion yang berasal dari TDMRC, Aceh, menyampaikan
pengalaman yang terjadi ketika bencana
tsunami datang serta apa yang telah dilakukan oleh TDMRC setelah bencana
terjadi. TDMRC juga menyampaikan kriteria-kriteria alat peraga yang mungkin
dapat dikembangkan dan menyampaikan keinginan mereka bahwa alat peraga yang
dikembangkan diharapkan tidak hanya mengenai tsunami tetapi juga mengenai
bencana lainnya.
Peserta
dari Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta, menyampaikan materi tentang apa
yang terjadi ketika Merapi Meletus serta tindakan yang telah dilakukan. Selain
itu juga sharing tentang kegiatan
pengabdian masyarakat yang telah dilakukan oleh UGM.
Sementara
peserta dari Universitas Cendana (Undana) menyampaikan berbagai bentuk kegiatan
yang dilakukan terkait dengan pemberdayaan masyarakat di wilayah NTT.
Diskusi
ini menghasilkan banyak Ide untuk mengembangkan alat peraga kebencanaan dengan
kriteria antara lain dalam bentuk alat peraga interaktif, games dan program lain-lain.
Khususnya alat peraga yang aplikatif sehingga dapat dinikmati dan dimengerti
dengan mudah oleh masyarakat.
Sesmenristek,
Hari Purwanto dalam penutupannya menekankan bahwa untuk mendapat hasil yang
maksimal alat peraga kebencanaan harus dibuat jelas, ada filosofi yang
mengarahkan sehingga tepat sasaran, contohnya alat peraga dapat digerakkan, ada
suara musik, atau mungkin bisa mengeluarkan suara. Beberapa alat peraga yang
dapat dibuat seperti: 3D Gunung berapi, simulasi awan, maket gunung berapi, modelling
rumah tahan gempa, model tsunami, pengetahuan mengenai jalur yang dilalui oleh
erupsi gunung merapi dan lain sebagainya.
Satu
pernyataan dari Sesmenristek yang dapat dikutip adalah : “Suksesnya suatu alat
peraga adalah bila orang dewasapun dapat menikmati dan mendapat ilmu dari alat
peraga tersebut”.
makasih artikelnya
BalasHapus