BPPT Bangun Lima Buoy Tsunami
JAKARTA--MI: Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sedang membangun lima buoy tsunami sebagai komponen utama sistem peringatan dini tsunami, yang rencananya akan diluncurkan di penghujung 2008.
"BPPT sudah meluncurkan satu unit, lima sedang dalam proses pembuatan sejak 2007, jadi masih empat unit yang akan kita buat, plus satu unit cadangan," kata Kepala Pusat Teknologi Survei Kelautan BPPT Dr Ridwan Djamaluddin di sela peluncuran satu unit buoy tsunami bantuan AS di Tanjung Priok Jakarta, Selasa.
Ridwan mengatakan, Indonesia tentu saja tidak ingin tergantung pada bantuan asing dalam membangun sistem peringatan dini tsunami, sehingga dari 22 buoy yang direncanakan terpasang di sepanjang perairan selatan hingga ke utara Indonesia, 10 di antaranya harus merupakan buatan Indonesia sendiri.
Biaya produksi satu unit buoy buatan BPPT berikut biaya risetnya, menurut dia, mencapai Rp5 miliar yang dananya berasal dari APBN.
Saat ini, katanya, sudah dipasang enam unit buoy tsunami, yakni, dua buatan Jerman yang dipasang di perairan barat Sumatera, satu unit bantuan Malaysia di utara Aceh, satu unit buatan AS di barat Sumatera, dan satu unit buatan BPPT.
Buoy buatan AS yang di barat Sumatera dan buatan BPPT hilang, beberapa lama setelah dipasang. Namun, buatan BPPT sudah diganti dengan yang baru.
Dengan hadirnya buoy tsunami buatan NOAA AS yang akan dipasang di perairan selatan Bali kali ini, jumlah unit buoy yang telah diluncurkan menjadi tujuh unit.
Ridwan mengatakan, tidak semua buoy yang telah diluncurkan bisa bekerja dengan baik, misalnya buoy yang diluncurkan oleh Malaysia di utara Aceh ternyata terkendala kedalaman laut yang tak sesuai, demikian pula dua unit buoy milik Jerman yang belum bekerja lancar.
Sementara itu, peneliti dari Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi (PTIK) BPPT Achmad Witjaksono menyatakan bangga BPPT yang belum lama memiliki pengetahuan dalam pembuatan buoy sudah mampu membuat buoy dengan teknologi yang tak tertinggal.
"Buoy BPPT mampu mengirimkan data setiap tiga centimeter anomali ketinggian air ke satelit yang langsung diterima PTIK BPPT hanya dalam waktu 1,5 menit, lebih cepat dari data yang dikirimkan buoy milik Jerman," katanya.
Dua unit buoy bantuan Jerman, menurut dia, masih sering dikembalikan ke darat untuk diteliti.
Sementara itu, buoy DART (Deep-ocean Assesment and Reporting of Tsunamis) ETD bantuan AS menurut Ridwan menggunakan teknologi terbaru yang lebih kecil dan ringan dibanding buoy pendahulunya sehingga mudah diluncurkan oleh kapal yang lebih kecil.
Buoy DART ETD yang diluncurkan sejauh 300 km dari lepas pantai Bali selatan dan ditempatkan di laut dengan kedalaman 4.700 meter itu juga lebih ringkas untuk menghindari kerusakan di laut serta. (media indonesia/Ant/OL-06/AP/Ahmad Ibrahim)
"BPPT sudah meluncurkan satu unit, lima sedang dalam proses pembuatan sejak 2007, jadi masih empat unit yang akan kita buat, plus satu unit cadangan," kata Kepala Pusat Teknologi Survei Kelautan BPPT Dr Ridwan Djamaluddin di sela peluncuran satu unit buoy tsunami bantuan AS di Tanjung Priok Jakarta, Selasa.
Ridwan mengatakan, Indonesia tentu saja tidak ingin tergantung pada bantuan asing dalam membangun sistem peringatan dini tsunami, sehingga dari 22 buoy yang direncanakan terpasang di sepanjang perairan selatan hingga ke utara Indonesia, 10 di antaranya harus merupakan buatan Indonesia sendiri.
Biaya produksi satu unit buoy buatan BPPT berikut biaya risetnya, menurut dia, mencapai Rp5 miliar yang dananya berasal dari APBN.
Saat ini, katanya, sudah dipasang enam unit buoy tsunami, yakni, dua buatan Jerman yang dipasang di perairan barat Sumatera, satu unit bantuan Malaysia di utara Aceh, satu unit buatan AS di barat Sumatera, dan satu unit buatan BPPT.
Buoy buatan AS yang di barat Sumatera dan buatan BPPT hilang, beberapa lama setelah dipasang. Namun, buatan BPPT sudah diganti dengan yang baru.
Dengan hadirnya buoy tsunami buatan NOAA AS yang akan dipasang di perairan selatan Bali kali ini, jumlah unit buoy yang telah diluncurkan menjadi tujuh unit.
Ridwan mengatakan, tidak semua buoy yang telah diluncurkan bisa bekerja dengan baik, misalnya buoy yang diluncurkan oleh Malaysia di utara Aceh ternyata terkendala kedalaman laut yang tak sesuai, demikian pula dua unit buoy milik Jerman yang belum bekerja lancar.
Sementara itu, peneliti dari Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi (PTIK) BPPT Achmad Witjaksono menyatakan bangga BPPT yang belum lama memiliki pengetahuan dalam pembuatan buoy sudah mampu membuat buoy dengan teknologi yang tak tertinggal.
"Buoy BPPT mampu mengirimkan data setiap tiga centimeter anomali ketinggian air ke satelit yang langsung diterima PTIK BPPT hanya dalam waktu 1,5 menit, lebih cepat dari data yang dikirimkan buoy milik Jerman," katanya.
Dua unit buoy bantuan Jerman, menurut dia, masih sering dikembalikan ke darat untuk diteliti.
Sementara itu, buoy DART (Deep-ocean Assesment and Reporting of Tsunamis) ETD bantuan AS menurut Ridwan menggunakan teknologi terbaru yang lebih kecil dan ringan dibanding buoy pendahulunya sehingga mudah diluncurkan oleh kapal yang lebih kecil.
Buoy DART ETD yang diluncurkan sejauh 300 km dari lepas pantai Bali selatan dan ditempatkan di laut dengan kedalaman 4.700 meter itu juga lebih ringkas untuk menghindari kerusakan di laut serta. (media indonesia/Ant/OL-06/AP/Ahmad Ibrahim)
Tidak ada komentar