DISKUSI DAN KOMUNIKASI MUSEUM, JAMBI 4-7 MEI 2009
Berbagai ide untuk lebih memanusiawikan museum diutarakan oleh berbagai pihak, dalam arti kata bahwa museum masa kini harus berubah paradigmanya dari segi penyajian informasi, promosi, penggunaan teknologi, bahkan mind-set pengelolanya. Museum bukan hanya sekedar tempat koleksi perjalanan sejarah kebudayaan, namun seharusnya museum juga diperankan sebagai ruang public yang punya peran social, akademik, edukasi, pemberdayaan masyarakat dan ekonomi. Masyarakat diletakkan dalam aspek keterlibatan mereka di museum serta aspek pendukung masyarakat dalam “menghidupkan” museum. Hal ini dipaparkan oleh Edy Sedyawati dan Daud Aris Tanudirdjo dalam paparan bertemakan “Menata Kembali Permuseuman Indonesia”, dalam acara “Diskusi dan Komunikasi Museum se-Indonesia” yang dilaksanakan di Jambi pada tanggal 4-7 Mei 2009.
Acara pertemuan ini diselenggarakan setiap tahun oleh Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, sebagai ajang pertemuan, sharing informasi, diskusi, antar lembaga-lembaga yang berkiprah di bidang permuseuman dan pameran. Sekitar 30 lembaga baik yang bersifat asosiasi, nasional maupun daerah telah berpartisipasi dalam acara ini, termasuk Direktur PP-IPTEK, Finarya Legoh. Acara ditutup dengan Musyawarah Nasional Asosiasi Museum Indonesia (AMI).
Impian untuk menuju peran museum masa kini dan museum sebagai ruang public disampaikan oleh Nurhadi Magetsari, Martha Blackwelder, Mike Susanto dan Victor Chandrawira. Martha, seorang curator dan Direktur Asia Society Texas Center di Houston, AS, mengungkapkan pengalamannya serta ide untuk pengembangan museum masa kini. Museum dapat dijadikan tempat pembelajaran dan penambahan pengalaman seni dan budaya yang difokuskan pada topic-topik tertentu diikuti dengan program-program bagi orang dewasa, remaja dan anak-anak. Program yang dikembangkan dapat berupa : “family day” bagi keluarga dengan mengajak mereka berkreasi membuat suatu benda seni, menghadiri pertunjukan seni, mempelajari budaya daerah / negara lain, dll. Program lainnya a.l. : permainan yang mengajak anak-anak dan remaja melakukan tour budaya di gallery, story telling, make and take. Hal ini telah dijalankan pula oleh PP-IPTEK dalam aktivitas sehari-hari, dalam memperkuat komunikasi public dan keterlibatan public, maka garery benda pamer interaktif harus diikuti pula oleh program-program pendukungnya.
Museum bukan hanya sekedar gallery benda pamer, namun dibutuhkan nuansa untuk mendukung suasana pameran tersebut. Untuk itulah dibutuhkan display / tata letak yang tepat untuk mendukung suasana tertentu, dilengkapi dengan efek tata pencahayaan yang baik, sehingga dapat menimbulkan nuansa yang diinginkan. Hal inilah yang masih kurang diperhatikan oleh kebanyakan museum di Indonesia, yang rata-rata diungkapkan karena minimnya anggaran yang berasal dari pemerintah untuk pengelolaan museum. Meskipun anggaran menjadi factor penentu, namun pada diskusi tersebut para peserta tetap berpikiran positif untuk dapat menjalankan peran permuseuman dengan cara pencarian berbagai sumber-sumber lainnya.
Bagaimana menuju museum masa depan? Ternyata dibalik semua impian dan hasrat untuk mengubah paradigma permuseuman, factor penentu lainnya adalah kreativitas & kualitas SDM dan teknologi (PP-IPTEK).
Tidak ada komentar