Komputer dapat Meramalkan Kematian
Penulis : Nathalia T Sari
PARIS--MI:Suatu program komputer yang di rancang oleh para peneliti Amerika Serikat dapat meramalkan kematian dengan akurasi yang menakutkan bagi beberapa orang Amerika yang akan menjalani hukuman mati.
Faktor utama yang menentukan kematian seseorag bukan keturunan atau kemiskinan, tetapi pendidikan -- semakin rendah tingkat pendidikan, semakin tinggi peluang kematian.
Lebih dari 3.200 laki-laki dan perempuan di penjara Amerika Serikat telah ditakdirkan untuk mati. Beberapa di antaranya telah berada di jalur kematian dalam beberapa dekade ini, namun persentasenya relatif kecil -- hanya 53 orang pada 2006.
Pada penelitian sebelumnya telah membantah bahwa orang kulit hitam secara tidak proporsional paling banyak dijatuhi hukuman mati di Amerika Serikat. Tetapi dengan penelitian kecil dapat terlihat apakah ada beberapa prasangka dalam mengambil keputusan seseorang yang akan dijatuhi hukuman mati.
Stamos Karamouzis dan Dee Wood Harper dari Universitas Texas di Texarkana, Amerika Serikat memakai alat penghitung yang diperagakan pada otak manusia, dengan membuat jaringan-jaringan syaraf yang buatan (Ann), untuk mencari pola yang dapat dihubungkan dengan pelaksanaan eksekusi.
Mereka membuat profil untuk 2000 narapidana di jajaran kematian -- separuh di antaranya sudah dihukum mati -- dan memasukan mereka ke dalam program. Setiap profil berisi informasi mengenai keturunan, jenis kelamin, umur, jenis pelanggaran hukum yang dilakukan, status perkawinan, dan tingkatan sekolah.
Kemudian para peneliti memasukkan profil dari 300 narapidana lain dengan waktu yang sama, dan meminta jaringan syaraf untuk meramalkan apa yang sudah terjadi kepada mereka. dan hal tersebut dengan benar meramalkan nasib mereka dengan persentase kebenaran lebih dari 90 persen dari kelompok kedua ini.
Untuk mengetahui yang terbaik dari 18 faktor, Karamouzis dan Harper melakukan analisa berulang kali, dan tidak menghilangkan satu faktorpun setiap musimnya.
Hasil tulisan dari penemuan ini telah dipublikasikan oleh harian Inggris, harian internasional hukum dan teknologi informasi, dan tulisan feature minggu ini di majalah ilmuan Inggris. (media-indonesia/OL-2)
Pada penelitian sebelumnya telah membantah bahwa orang kulit hitam secara tidak proporsional paling banyak dijatuhi hukuman mati di Amerika Serikat. Tetapi dengan penelitian kecil dapat terlihat apakah ada beberapa prasangka dalam mengambil keputusan seseorang yang akan dijatuhi hukuman mati.
Stamos Karamouzis dan Dee Wood Harper dari Universitas Texas di Texarkana, Amerika Serikat memakai alat penghitung yang diperagakan pada otak manusia, dengan membuat jaringan-jaringan syaraf yang buatan (Ann), untuk mencari pola yang dapat dihubungkan dengan pelaksanaan eksekusi.
Mereka membuat profil untuk 2000 narapidana di jajaran kematian -- separuh di antaranya sudah dihukum mati -- dan memasukan mereka ke dalam program. Setiap profil berisi informasi mengenai keturunan, jenis kelamin, umur, jenis pelanggaran hukum yang dilakukan, status perkawinan, dan tingkatan sekolah.
Kemudian para peneliti memasukkan profil dari 300 narapidana lain dengan waktu yang sama, dan meminta jaringan syaraf untuk meramalkan apa yang sudah terjadi kepada mereka. dan hal tersebut dengan benar meramalkan nasib mereka dengan persentase kebenaran lebih dari 90 persen dari kelompok kedua ini.
Untuk mengetahui yang terbaik dari 18 faktor, Karamouzis dan Harper melakukan analisa berulang kali, dan tidak menghilangkan satu faktorpun setiap musimnya.
Hasil tulisan dari penemuan ini telah dipublikasikan oleh harian Inggris, harian internasional hukum dan teknologi informasi, dan tulisan feature minggu ini di majalah ilmuan Inggris. (media-indonesia/OL-2)
Tidak ada komentar